Tiba-tiba menyadari bahwa ternyata aku sudah lama tak menceritakan tentang kisah percintaanku. Iya kisah cintaku, barangkali ada yang sedikit ingin kepo tentang bagaimana kelanjutannya (entah siapa juga yang pingin kepo? hahaha).
Pertama aku harus mengklarifikasi bahwa aku telah memutuskan bahwa aku mengakhiri kisah tanpa ujungku bersama Detra. Berakhir mengecewakan ternyata, karena aku mengakhirinya begitu saja. Begitu saja aku merasa terlalu lelah, mungkin teramat terlambat sampai pada akhirnya ada sesorang yang dengan baiknya menohokku mengatakan you have a big hole in your heart, you are a perfecly liar. Dan mungkin memang dengan cara seperti itulah aku akhirnya bisa benar-benar waras untuk kemudian mencoba memberanikan diri melepas dan pelan-pelan membuka hati kembali.
Menemukan seseorang yang baru setelah kamu melepaskan orang yang too much you love itu susah, tapi tidak ada cara untuk menyerah. Terkadang kau akan sadar bahwa Tuhan memberikan jalan-jalan yang aneh untuk mempertemukannya.
Aku pikir, aku harus mencari kesibukan lain agar aku tak terus saja terpaku pada masa lalu. Kemudian aku memilih teater sebagai pelarian, iya pelarian. hahahah Entah kenapa aku memilih teater sebagai pelarian? bisa jadi karena aku pikir aku mungkin bisa berperan menjadi apapun, menjadi sebuah topeng tanpa harus dituduh munafik. Dan disitulah aku berdiri. Didepan sebuah pintu rumah bertuliskan "Movie Studio" mengetuk pintu dan mengucap salam pada sekumpulan orang yang sama sekali tak aku kenal. Kata pertama yang meraka lontarkan setelah menjawab salamku adalah,"Nyari siapa mbak?" aku melempar senyumku dan dengan polosnya bilang bahwa aku mau ikut bergabung bersama mereka. Pak Doni yang sebelumnya sudah aku hubungi pun langsung mengerti dan mempersilahkan aku untuk masuk dan bergabung bersama mereka. Jujur saja aku pun juga belum pernah bertemu Pak Doni atau siapapun yang ada dalam ruangan itu. Jika kalian bertanya apakah aku pergi sendiri atau bersama seorang teman? Jawabannya adalah aku pergi sendiri, mencoba memberanikan diri mengambil jatah yang aku harap adalah kesenanganku.
Mencoba duduk melingkar bersama mereka, walaupun tidak bisa benar-benar dikatakan melingkar. Salah seorang dari mereka memperkenalkan diri sebagai ketua bernama Luluk, wanita chaby jurusan sastra indonesia murni di UM, yang ternyata juga seangkatan dengan aku. hihihi yey langsung berasa punya teman yang senasib seperjuangan. Kemudian dia memperkenalkan satu per satu anggota yang ada didalam ruangan itu, melemparkan senyumku kepada mereka semua. Selanjutnya kita memulai ritual diskusi ngalor-ngidul, kadang serius kadang becanda, kadang pak doni mencoba memancingku agar aku bersuara, ikut berpartisipasi didalamnya.
Setelah acara diskusi itu Luluk mengajakku ngobrol, tukar pin dan nomor hape, menjelaskan progress yang ingin dicapai dalam tahun ini. Luluk juga mengenalkan aku pada kakaknya, iya kakak kandungnya yang memang sedari tadi pun ikut duduk manis menyumbang argument dalam diskusi. Katanya dia juga se-Universitas sama aku, jujur saja aku lansung interest apa lagi temanku juga banyak yang ada dijurusan Hukum. Mas-mas yang dari argumentnya aku tahu bahwa lelaki ini cukup kutu buku, atau punya pengetahuan yang cukup luas. Pada sepersekian detik saat Luluk mengatakan bahwa lelaki bernama Bagus itu adalah kakak kandungnya, tiba-tiba ada sesuatu yang berbisik mengatakan "Hei bagaimana reaksi luluk kalau suatu hari aku pacaran dengan kakaknya". Pertanyaan yang entah datang dari mana itu segera aku tampik, sekalipun senyuman kami masih mengudara satu sama lain. Aku pikir aku terlalu muluk, berandai sesuatu yang tidak mungkin dihari pertama kami bertemu dan saling melempar senyum. Selain itu ada perasaan yang masih tertingal, ada luka yang masih belum terobati, maka semua itu harus aku pendam terlebih dahulu. Tetapi lelaki dengan argument-argument yang bagiku berbobot itu selalu berhasil mencuri perhatianku, diam-diam mengaguminya begitu saja, tanpa ada pikiran lain.
Siapa yang sangka bahwa suatu hari lelaki itu mengatakan hal yang tak terduga. Mengakui bahwa dia jatuh hati pada pandangan pertama kepada gadis mungil yang tiba-tiba berdiri sendiri didepan pintu sambil melempar senyum. Mengagumi gadis mungil itu dalam diam, kemudian menampiknya karena masa lalu yang masih menghantui. Tuhan mempertemukan kami satu sama lain dalam keadaan yang sama, dalam luka yang hampir sama, sekalipun aku tahu lebih dalam dan lebar luka yang lelaki itu rasakan.
Tuhan memberikan tenggang waktu yang cukup lama hingga akhirnya kami bisa saling melempar senyum kembali, pelan-pelan menelan masa lalu, mencoba saling mengenal dan memahami dunia kami satu sama lain. Kemudian untuk kami saling melengkapi satu sama lain. iya, Tuhan benar-benar memberikan cara yang unik untuk kami berdua, bahwa angan itu bukan lagi angan semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar