Tisya's friends

Rabu, 29 Januari 2014

Yes, I hope u read it

“Jangan diladenin, ntar kepikiran loh”

Aku rasa Tatha benar. Seharusnya aku tidak meladeni pertengkaranku dengan Kii. Beberapa saat setelah bertengkar sedikit banyak hal itu memang mengganggu pikiranku. Hahaha

Sebenarnya ada hal yang ingin aku tanyakan padanya, sayang dia selalu lebih mendahulukan esmosinya daripada memikirkan baik-baik perkataan orang lain. Dia merasa dirinyalah satu-satunya yang benar. Dan mungkin aku juga begitu. *wanita*

Mungkin aku yang pertama kali menyulut api, tetapi mungkin juga bukan? Aku tidak tahu pasti siapa yang bersalah? Atau bahkan mungkin semuanya salah. Ya aku rasa memang semuanya salah, karena sama-sama tersulut emosi.

Jujur saja ketika aku menulis.
”@k**r*m*dh*n* u calling2n with ma boy yes? Lma2 jealous jga. Hahaha” 
itu sama sekali bukan sebuah judging yang aku buat untukmu. Dan aku hanya menganggap hal itu sebagai sebuah gurauan. Sama sekali gak ada intonasiku untuk mendampratmu, right? Tapi sayangnya pikiranmu berimajinasi terlalu jauh. 

U told me, what’s a pity I’am?

Aku gak ngerti dimana letak “pity”nya?. Kamu bilang sebuah text gak punya nada? Ada. Lalu bagaimana kamu bisa memahami tumpukan novelmu jika text-text itu tak bernada? Tentu saja setiap kata punya nada. Setiap kalimat punya intonasi. Aku pikir kamu lebih pintar dengan setumpuk novel mahal yang kamu beli ratusan ribu itu, dan ternyata aku salah.

You told me that I’am “menjilat ludah sendiri”?

Sejauh ini tidak pernah menyesali jalan yang aku ambil. Aku tidak menyesal bersama Gaga sampai detik ini. Bagaimanapun dia saat ini. Karena aku yakin setiap jalan punya pintunya. Dan aku yakin Tuhan-ku akan menunjukkan pintu yang tepat untukku. Jadi aku tidak pernah menyesal dan mencoba menjilat ludahku sendiri.

Then you said that I’am a  “pelacur”?

Kamu boleh bertanya kepada semua orang terdekatku. Apakah aku pernah keranjingan buat godain cowok-cowok? Apa aku punya seorang laki-laki yang selalu aku gandeng kemana-mana? Apa aku pernah gonta-ganti cowok? Bahkan kamu tidak tahu apa-apa? Hanya karena aku pacaran dengan mantanmu, dengan mudah kamu mengatakan hal itu.

Seharusnya aku bertanya padamu.

Kenapa dulu waktu aku mencoba membantu hubungan kalian mati-matian, gak ada yang respek sama sekali? Bahkan kamu sendiri yang bilang kalau kamu lelah. Kamu bilang mungkin kalian tidak lagi bisa bersama. Ya, waktu itu aku benar-benar tulus buat bantu kalian. Tidak ada rasa cinta sama sekali dariku untuk kekasihmu. Tapi kamu selalu menuduhku.

Kenapa gak dari dulu kamu peduli padanya?

Memangnya aku tidak pernah membujuknya agar dia bisa kembali kepadamu? Sering. Bahkan setiap kali dia menyebut namamu. Tapi dia selalu bilang,” ki udah benci gw, dia udah punya cowok yang  bisa bahagiain dia”.

Sekarang, setelah aku merangkulnya. Kamu menyebutku tidak tahu diri?
Memangnya selama kalian bersama, pernah kah aku meminta kekasihmu untuk menjadi milikku? Tidak sama sekali.

Memangnya aku tidak tahu? Waktu kamu menghubungi aku dan meminta nomornya. Kamu justru meminta dia kembali bersamamu. Kamu pikir aku tidak tahu?? Aku tahu. Dan aku juga tahu kamu sering melakukannya, bahkan setiap kali kamu putus dengan pacarmu yang lain. Apa aku protes sama kamu? Apa aku melabrakmu? Apa aku sewot dan benci sama kamu? Tidak.

Tapi asal kamu tahu, Mantanmu itu bukan lagi mainanmu. 

Tidak ada komentar: